Cerita Gunung
Seorang anak dan ayahnya sedang
berjalan diatas gunung. Tiba tiba, anaknya terjatuh, Dia terluka dan berteriak
: "AAAhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!." Tetapi Ia sangat kaget mendengar ada
suara pantulan dari gunung sebelah."AAhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!."
Dengan penuh rasa penasaran, diapun
kembali berteriak : "Siapa kamu?" Diapun menerima kembali jawaban
yang sama : Siapa kamu?" dan kemudian dia berteriak ke gunung itu:
"Saya mengagumimu!" dan suara itupun kembali : "Saya mengagumimu!."
Dengan muka marah pada jawaban itu,
dia berteriak : "Penakut" Dia masih menerima jawaban yang sama,
"Penakut!."
Dia menatap ayahnya dan bertanya :
"Apa yang sedang terjadi?" Ayahnya sembari tersenyum dan berkata :
"Sayang, perhatikan." Kembali ayah akan berteriak : "Kamu Juara."
Diapun menerima jawaban yang sama : "Kamu Juara."
Anak ini kembali kaget dan tidak
mengerti mengapa itu bisa terjadi, kemudian Ayahnya menjelaskan bahwa itulah
yang disebut dengan ECHO (Gema suara), tetapi itulah sesungguhnya hidup.
Segalanya akan kembali kepada kita,
apa yang kita katakan, apa yang kita lakukan. Hidup kita secara sederhana
adalah gambaran dari kelakuan yang kita perbuat.
Jika kamu
ingin lebih banyak cinta dalam dunia,
maka ciptakanlah Cinta dalam Hatimu.
Jika Kamu ingin lebih berkemanpuan dalam timmu,
maka tingkatkanlah kemampuanmu
"Hidup akan memberikan kembali kepadamu, apa yang telah kamu berikan kepadanya. Dalam segala hal.
maka ciptakanlah Cinta dalam Hatimu.
Jika Kamu ingin lebih berkemanpuan dalam timmu,
maka tingkatkanlah kemampuanmu
"Hidup akan memberikan kembali kepadamu, apa yang telah kamu berikan kepadanya. Dalam segala hal.
Dua Orang Pengembara dan Seekor
Beruang
Dua orang berjalan mengembara
bersama-sama melalui sebuah hutan yang lebat. Saat itu tiba-tiba seekor beruang
yang sangat besar keluar dari semak-semak di dekat mereka.
Salah satu pengembara, hanya
memikirkan keselamatannya dan tidak menghiraukan temannya, memanjat ke sebuah
pohon yang berada dekat dengannya.
Pengembara yang lain, merasa tidak
dapat melawan beruang yang sangat besar itu sendirian, melemparkan dirinya ke
tanah dan berbaring diam-diam, seolah-olah dia telah meninggal. Dia sering
mendengar bahwa beruang tidak akan menyentuh hewan atau orang yang telah
meninggal.
Temannya yang berada di pohon tidak
berbuat apa-apa untuk menolong temannya yang berbaring. Entah hal ini benar
atau tidak, beruang itu sejenak mengendus-endus di dekat kepalanya, dan
kelihatannya puas bahwa korbannya telah meninggal, beruang tersebutpun berjalan
pergi.
Pengembara yang berada di atas pohon
kemudian turun dari persembunyiannya.
"Kelihatannya seolah-olah
beruang itu membisikkan sesuatu di telingamu," katanya. "Apa yang di
katakan oleh beruang itu"
"Beruang itu berkata,"
kata pengembara yang berbaring tadi, "Tidak bijaksana berjalan
bersama-sama dan berteman dengan seseorang yang membiarkan dan tidak
menghiraukan temannya yang berada dalam bahaya."
Kemalangan dapat
menguji sebuah persahabatan.
Keledai dan Pemiliknya
Seekor keledai dituntun oleh
pemiliknya melewati sebuah jalan yang sempit di pinggiran jurang. Sang Keledai
tiba-tiba memutuskan untuk tidak memperdulikan tuntunan dari pemiliknya dan
mencoba untuk memilih jalan yang diinginkannya. Dia bisa melihat jalan yang ada
di bawah jurang, dan berpikir bahwa jalan yang tercepat untuk mencapai jalan di
bawah jurang adalah dengan cara menuruni jurang tersebut. Saat dia ingin
meloncat ke dalam jurang, pemiliknya dengan cepat menangkap ekornya dan menahan
serta menarik mundur keledai tersebut agar tidak melompat ke dalam jurang,
tetapi sang Keledai yang keras kepala dan bodoh terus meronta-ronta sekuat
tenaga.
Karena pemiliknya tidak kuat lagi
untuk menahan keledai yang meronta-ronta ingin melompat ke jurang, pemiliknya
lalu berkata "Baiklah, pergilah ke arah yang kamu mau, binatang bodoh, dan
nanti kita lihat apa yang terjadi."
Saat pemiliknya melepaskan ekornya,
sang Keledai melompat ke dalam jurang dan akhirnya meluncur sepanjang jurang
yang terjal dengan kaki di atas dan kepala di bawah, terbentur sepanjang
dinding jurang yang curam.
Mereka
yang tidak mau mendengarkan nasehat yang baik dari orang yang lebih
bijaksana, akan mengalami nasib yang buruk.
Memberi Lonceng pada Kucing
Suatu hari tikus-tikus berkumpul
untuk berdiskusi dan memutuskan untuk membuat rencana yang akan membebaskan
mereka selama-lamanya dari musuh mereka, yaitu kucing. Mereka berharap paling
tidak mereka akan menemukan cara agar tahu kapan kucing tersebut akan datang,
sehingga mereka mempunyai waktu untuk lari. Karena selama ini mereka terus
hidup dalam ketakutan pada cakar kucing tersebut dan mereka terkadang sangat
takut untuk keluar dari sarangnya di siang hari maupun malam hari.
Banyak rencana yang telah
didiskusikan, tetapi tak ada satupun dari rencana tersebut yang mereka rasa
cukup bagus. Akhirnya seekor tikus yang masih muda bangkit berdiri dan berkata:
"Saya mempunyai rencana yang
mungkin terlihat sangat sederhana, tetapi saya bisa menjamin bahwa rencana ini
akan berhasil. Yang perlu kita lakukan hanyalah menggantungkan sebuah lonceng
pada leher kucing itu. Ketika kita mendengar lonceng berbunyi, kita bisa
langsung tahu bahwa musuh kita telah datang."
Semua tikus yang mendengar rencana
tersebut terkejut karena mereka tidak pernah memikirkan rencana tersebut
sebelumnya. Mereka kemudian bergembira karena merasa rencana itu sangat bagus,
tetapi di tengah-tengah kegembiraan mereka, seekor tikus yang lebih tua maju ke
depan dan berkata:
"Saya mengatakan bahwa rencana
dari tikus muda itu sangatlah bagus. Tetapi saya akan memberikan satu
pertanyaan: Siapa yang akan mengalungkan lonceng pada kucing tersebut?"
Kadang
kala, berbicara dan melakukan sesuatu adalah hal yang berbeda.
Si Pelit
Seorang yang sangat pelit mengubur
emasnya secara diam-diam di tempat yang dirahasiakannya di tamannya. Setiap
hari dia pergi ke tempat dimana dia mengubur emasnya, menggalinya dan
menghitungnya kembali satu-persatu untuk memastikan bahwa tidak ada emasnya
yang hilang. Dia sangat sering melakukan hal itu sehingga seorang pencuri yang
mengawasinya, dapat menebak apa yang disembunyikan oleh si Pelit itu dan suatu
malam, dengan diam-diam pencuri itu menggali harta karun tersebut dan
membawanya pergi.
Ketika si Pelit menyadari kehilangan
hartanya, dia menjadi sangat sedih dan putus asa. Dia mengerang-erang sambil
menarik-narik rambutnya.
Satu orang pengembara kebetulan
lewat di tempat itu mendengarnya menangis dan bertanya apa saja yang terjadi.
"Emasku! oh.. emasku!"
kata si Pelit, "seseorang telah merampok saya!"
"Emasmu! di dalam lubang itu?
Mengapa kamu menyimpannya disana? Mengapa emas tersebut tidak kamu simpan di
dalam rumah dimana kamu dapat dengan mudah mengambilnya saat kamu ingin membeli
sesuatu?"
"Membeli sesuatu?" teriak
si Pelit dengan marah. "Saya tidak akan membeli sesuatu dengan emas itu.
Saya bahkan tidak pernah berpikir untuk berbelanja sesuatu dengan emas
itu." teriaknya lagi dengan marah.
Pengembara itu kemudian mengambil
sebuah batu besar dan melemparkannya ke dalam lubang harta karun yang telah
kosong itu.
"Kalau begitu," katanya
lagi, "tutup dan kuburkan batu itu, nilainya sama dengan hartamu yang
telah hilang!"
Harta yang
kita miliki sama nilainya dengan kegunaan harta tersebut.
udah lama gak baca cerita ini, sangat bermanfaat untuk adik adik kita yang saat ini sudah mulai terjerumus ke dalam dunia teknologi.
BalasHapusTerima Kasih.
Iya nih :)
BalasHapusbantu share ya, smga bisa lebih bermanfaat.